GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN KB PIL PADA AKSEPTOR KB PIL DI PUSKESMAS PLERET YOGYAKARTA

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Program keluarga berencana merupakan salah satu usaha penanggulangan masalah kependudukan. Keluarga Berencana dirumuskan sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2008).
Meskipun Indonesia telah melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) sejak tahun 1970-an, sampai saat ini belum tercapai angka ideal kelahiran. Angka kelahiran saat ini mencapai 2,6% anak per wanita, belum mencapai angka ideal, yaitu 2,1% anak per wanita. Masyarakat yang berpendidikan rendah dan miskin cenderung memiliki tingkat kelahiran lebih tinggi. Sehingga, perhatian kepada masyarakat miskin masih tetap diperlukan. Untuk mencapai angka kelahiran ideal, jumlah akseptor keluarga berencana (KB) perlu ditingkatkan satu persen setiap tahun agar terjadi keseimbangan jumlah penduduk (Sianturi, 2005).
Pelaksanaan program KB, pemerintah telah memasyarakatkan metode alat kontrasepsi.  Sesungguhnya sampai saat ini belum ada satu pun metode yang betul-betul ideal dan sesuai bagi setiap individu. Akseptor KB dengan metode apapun menghendaki agar cara kontrasepsi yang digunakan dapat berfungsi secara optimal dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari, serta efek samping yang sangat rendah. Berdasarkan hasil studi di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur (2001), efek samping kontrasepsi terbanyak yang diketahui adalah pil (28,8%), suntikan (24,9%), IUD (15,3%), kondom (6,1%), dan vasektomi (4,3%), sedangkan efek samping yang banyak dikeluhkan adalah mual, timbulnya jerawat, dan penambahan berat badan (BKKBN, 2003 Cit. Andayani, 2008).
Pemilihan alat kontrasepsi pada umumnya merupakan satu keputusan yang dilandaskan berbagai pertimbangan dari akseptor serta berkaitan dengan pilihan pribadi. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Pemilihan suatu metode ber-KB pada wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia, tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif, dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya pada berbagai tingkat reproduksi. Tidaklah mengejutkan apabila banyak wanita merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan atau tidak menggunakan metode KB sama sekali (Anonim, 2008).
Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode kontrasepsi yang paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi. Kebanyakan kontrasepsi hormonal diberikan secara oral. Sediaan yang mengandung progesteron saja dapat berupa pil, depo dalam bentuk injeksi. Kontrasepsi oral adalah jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan karena memang bentuk inilah yang paling efektif untuk mencegah kehamilan (Baziad, 2002).
KB pil merupakan metode yang paling populer. Menurut data PKBI, pil KB menduduki peringkat pertama dengan nilai rata-rata 38,74%. Sedangkan data nasional di Indonesia sampai bulan Februari 2003, pil KB menduduki tempat kedua sebanyak 34,57% dari 652.562 peserta KB. Akan tetapi banyak mitos berkembang seputar pil KB. Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat (AS), masih diliputi mitos seperti pil KB menyebabkan kegemukan, atau membuat kandungan kering. Survei Women's Health di AS menyatakan 61 % responden percaya bahwa pil KB menaikkan berat badan. Faktanya, tidak semua pil KB menyebabkan peningkatan berat badan (Christina, 2003)
Keputusan metode dan pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan pada setiap klien bergantung pada sejumlah faktor. Faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut berupa kepentingan pribadi, pertimbangan kesehatan, biaya, dan lingkungan budaya. Faktor-faktor spesifik ini serta tingkat kepentingan relatifnya berbeda dari satu pasangan ke pasangan lain. Pada banyak kasus, faktor-faktor ini dapat dipengaruhi, baik secara positif maupun negatif, oleh aktifitas program. Selain itu, faktor-faktor yang menentukan pemilihan dapat berubah seiring dengan bertambahnya usia reproduksi klien sehingga diperlukan reevaluasi terhadap metode apa yang paling baik untuk memenuhi individual kebutuhan klien (Wulansari, 2006).
Pemakaian Pil KB di Indonesia menempati urutan kedua setelah suntik, dimana penggunaan tertinggi ada di propinsi Sulawesi Utara sekitar 50,3%, disusul propinsi Aceh sekitar 47,4%, dan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri sekitar 12% (BKKBN, 2000 Cit. Baequny, 2001). Data peserta KB di wilayah kerja Puskesmas Pleret pada tahun 2008 adalah KB suntik sekitar 37,6%, pil sekitar 37,2%, kondom 11,1%, implant 9,2%, dan IUD sekitar 4,9%. Sedangkan pada bulan januari tahun 2009, KB pil menduduki peringkat pertama yaitu sekitar 50%, diikuti KB suntik sekitar 31,3%, kondom 14,7%, IUD 2% dan implant sekitar 2%. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan pola pemilihan alat kontrasepsi pada tahun 2008 dan 2009 di wilayah kerja Puskesmas Pleret. Di samping itu, masih ada ibu yang berumur lebih dari 45 tahun yang menggunakan KB pil. Padahal penggunaan KB pil pada umur lebih dari 45 tahun tidak disarankan karena dapat mempengaruhi siklus mentstruasi pada pengguna.
Melihat data di atas terlihat bahwa penggunaan pil KB di wilayah kerja Puskesmas Pleret Yogyakarta pada tahun 2009 sangat tinggi dibanding alat kontrasepsi lainnya. Sehingga penulis menganggap perlunya penelitian mengenai gambaran faktor yang mempengaruhi pemilihan KB pil pada akseptor KB pil di wilayah kerja Puskesmas Pleret Yogyakarta. 


Untuk Selengkapnya Silahkan Download secara GRATIS, klick dibawah :
DOWNLOAD dengan Freakshare
  • Download BAB I
  • Download BAB II
  • Download BAB III
  • Download BAB IV
  • Download BAB V
  • Download Daftar Pustaka




    Read more


    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MERENCANAKAN TEMPAT PERSALINAN DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN YOGYAKARTA

    PENDAHULUAN
    Latar Belakang
    Persalinan merupakan proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang dapat membahayakan ibu maupun janinnya, sehingga memerlukan pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai (Manuaba, 1999).
    Tingginya Angka Kematian lbu (AKI) merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian yang besar dalam upaya mencapai target pembangunan kesehatan 2010, di Indonesia angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2007 mencapai 226 per 100 ribu kelahiran, 36 kasus ibu meninggal saat hamil atau melahirkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (Prasetyo, 2009), 11 kasus di Kabupaten Sleman, dan di wilayah Depok I Sleman tidak ditemukan angka kematian ibu pada tahun 2007 (Dinkes, 2007).
    Penyebab utama kematian ibu terdiri atas beberapa faktor yaitu trias klasik seperti perdarahan, infeksi, dan keracunan kehamilan, serta faktor-faktor lainnya seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, kondisi sosio ekonomi serta ketrampilan petugas kesehatan. Dengan kata lain, penyebab kematian ibu ada tiga faktor keterlambatan, yaitu keterlambatan dalam keputusan mencari pelayanan kesehatan, keterlambatan dalam mencapai tempat pelayanan kesehatan, dan keterlambatan menerima pelayanan kesehatan (Martini,1999), sehingga dengan adanya banyak faktor yang mempengaruhi kematian ibu terutama saat melahikan, maka menentukan tempat persalinan merupakan suatu hal yang penting untuk mencegah terjadinya tiga faktor keterlambatan di atas. Tempat persalinan yang direncanakan haruslah mempunyai berbagai kemudahan dan peralatan serta sumber daya manusia terlatih agar dapat mengatasi berbagai masalah. Setiap pasangan suami istri harus membuat keputusan sejak awal dalam menentukan tempat persalinan. Bagi ibu hamil yang memilki resiko tinggi kehamilan seperti kehamilan ganda, perencanaan persalinan sangatlah penting menyangkut masalah peralatan dan tenaga medis yang ahli. Pada ibu hamil dengan kehamilan ganda membutuhkan penanganan yang intensif dalam persalinannya, semua persiapan untuk resusitasi dan perawatan bayi premature disediakan. Golongan darah ibu sudah ditentukan dan persediaan darah diadakan mengingat kemungkinan perdarahan post partum lebih besar ( Prawirohardjo, 2007).
    Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak fasilitas-fasilitas kesehatan yang menerima jasa pelayanan persalinan baik dari pelayanan kesehatan yang berteknologi modern dan tenaga medis yang ahli maupun pelayanan kesehatan dengan fasilitas dasar dan tenaga medis yang terbatas, sehingga dengan adanya banyak fasilitas-fasilitas pelayanan persalinan, maka para ibu hamil memiliki banyak pilihan dalam merencanakan tempat persalinannya yang sesuai dengan keinginan ibu. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, di Kabupaten Sleman pada tahun 2007 terdapat 13.252 jiwa ibu hamil dan 645 diantaranya memiliki resiko tinggi pada kehamilan, dengan jumlah persalinan 12.647 persalinan yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan, dari 12.647 ibu yang bersalin, terdapat 11.729 ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan. Berdasarkan tabel cakupan ibu hamil kabupaten Sleman, persalinan ditolong tenaga kesehatan dan ibu nifas Kabupaten Sleman, persalinan disetiap kecamatan memiliki jumlah persalinan yang berbeda.
    Berdasarkan hasil Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, di Puskesmas Depok I Kabupaten Sleman, Yogyakarta, terdapat 45 ibu hamil trimester III yang melakukan Antenatal Care (ANC) di puskesmas ini. Puskesmas Depok I tidak melayani pertolongan persalinan, sehingga dari 45 orang ibu hamil trimester III memiliki kesempatan untuk memilih tempat persalinan yang diinginkan.
    Dari uraian di atas, dengan adanya tiga faktor keterlambatan yang menyebabkan kematian ibu dan adanya kesempatan memilih tempat persalinan pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Depok I Sleman, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil trimester III dalam merencanakan tempat persalinannya. 


    Untuk Selengkapnya Silahkan Download secara GRATIS, klick dibawah :
    DOWNLOAD dengan Freakshare
    • Download BAB I
    • Download BAB II
    • Download BAB III
    • Download BAB IV
    • Download BAB V
    • Download Daftar Pustaka




      Read more


      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI BPS ATIK SUTARTO MORANGAN SLEMAN TAHUN 2008

      PENDAHULUAN

      Latar Belakang
      Perubahan paradigma dalam pengelolaan program KB nasional yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan pembangunan di Indonesia sejak awal reformasi hingga era desentralisasi serta era globalisasi, dan good governance banyak mewarnai perjalanan program ke depan (www.bkkbn.go.id).
      Guna mewujudkan visi program “Seluruh Keluarga Ikut KB”, dan misi program “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”, Direktorat Pelayanan Informasi dan Dokumentasi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan informasi program KB nasional berupaya untuk memberikan pelayanan informasi dan dokumentasi program KB nasional kepada para pimpinan, pengelola dan pelaksana program serta pengguna lainnya dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang dewasa ini berkembang sangat pesat dan dinamis (www.bkkbn.go.id).
      Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat, mempunyai masalah dalam bidang kependudukan. Dalam mengatasi masalah kependudukan tersebut, bangsa Indonesia mengadakan program KB nasional. Ini terdapat dalam tujuan pembangunan bidang kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, untuk dapat mengangkat derajat kehidupan bangsa telah dilaksanakan secara bersamaan pembangunan ekonomi dan KB (Manuaba, 1998).
      Pemerintah memberikan perhatian yang besar pada keberhasilan program pengendalian jumlah penduduk. Keberhasilannya dapat dilihat dengan jumlah penduduk Indonesia 216 juta jiwa per tahun ini, mungkin akan lebih besar lagi jika tidak ada program KB nasional. Bahkan, pemerintahan telah menargetkan angka fertilitas penduduknya atau Total Fertility Rate (TFR) pada kisaran 2,2 anak peribu pada tahun 2010-2015. Keberhasilan program KB ini, tentu saja sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penurunan jumlah angka dalam keluarga berdampak pada peningkatan kemampuan keluarga untuk memanfaatkan kegiatan produktif dan pengembangan sumberdaya anggota keluarga (Kuntjorojakti, 2000).
      Berdasarkan perkiraan yang dilakukan The United Nation, penduduk Indonesia hanya akan berjumlah 250 juta pada tahun 2015, dengan catatan pembangunan KB tetap seperti saat ini. Selanjutnya, jika antara 2010-2015 tiap keluarga rata-rata hanya memiliki 2 anak, maka jumlah penduduk pada 2050 akan berkisar pada angka 293,7 juta jiwa, yang setelah itu akan tumbuh seimbang (Kuntjorojakti, 2000).
      Program KB terbukti efektif dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk. Program KB mempunyai peran penting dalam kesehatan dan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Secara makro KB berfungsi mengendalikan kelahiran, secara mikro KB bertujuan untuk membantu keluarga dan individu untuk mewujudkan keluarga-keluarga yang berkualitas (Syarif, BKKBN 2007).
      Sedangkan pola dasar kebijakan program KB pada waktu ini antara lain adalah : (1) menunda perkawinan dan kehamilan sekurang-kurangnya sampai berusia 20 tahun. (2) Menjarangkan kelahiran dan dianjurkan menganut system keluarga; a) Caturwarga, yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anak. b) Pancawarga, yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan 3 orang anak. (3) Hendaknya besarnya keluarga dicapai selama dalam usia reproduksi sehat, yaitu sewaktu umur ibu antara 20-30 tahun. (4) Mengakhiri kesuburan pada usia 30-35 tahun (Mochtar, 1998).
      Di Indonesia, tujuan Program Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah : (1) Tujuan demografis, yaitu dapat dikendalikannya tingkat pertumbuhan penduduk. Sebagai patokan dalam usaha mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan suatu target demografis berupa penurunan angka fertilitas dari 44 permil pada tahun 1971 menjadi 22 permil pada tahun 1990. (2) Tujuan normatif, yaitu dapat dihayatinya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang pada waktunya akan menjadi falsafah hidup masyarakat Indonesia (Mochtar, 1998).
      “Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 adalah ‘bad news’ bagi program Keluarga Berencana di Indonesia.” Pernyataan ini disampaikan oleh Drs. Masri Muadz, MA, ketua panitia penyelenggara Rapat Penelaah Nasional Program KB tahun 2008 di Auditorium BKKBN Halim Perdana Kusumah, Jakarta pada hari Rabu 6 Agustus 2008.
      Menurut Masri, ada dua indikator utama kurang menggembirakan dari hasil SDKI 2007. Pertama, angka kelahiran yang ada pada masa awal program KB berhasil diturunkan melalui kontribusi progam KB. Hasil SDKI 2007 menunjukkan bahwa angka kelahiran total (TFR) di Indonesia adalah 2,6 per wanita, angka yang tidak berubah sejak SDKI tahun 2002. Sebagaimana tertera dalam RPJMN 2004-2009, sasaran TFR yang harus dicapai tahun 2009 adalah 2,2. Ketidakmampuan menurunkan TFR menjadi 2,2 pada akhir tahun 2009 menurut Sugiri, akan mempengaruhi pencapaian sasaran jangka panjang “Penduduk Tumbuh Seimbang” pada tahun 2015 dan Penduduk Tanpa Pertumbuhan pada tahun 2050.
      Berita buruk lainnya menurut Masri adalah meningkatnya persentase keluarga yang memerlukan pelayanan KB tetapi tidak terlayani (unmet need). Menurut SDKI tahun 2007 angka unmet need nasional mencapai 9,1% meningkat dari 8,6% pada tahun 2002. Hal ini dilihat negatif dari aspek kinerja BKKBN. Keluarga-keluarga unmet need semestinya merupakan sasaran yang paling mudah untuk diajak ber KB dan menjadi prioritas dalam pemberian pelayanan.
      Untuk mengejar pemenuhan sasaran RPJMN sampai akhir 2009, menurut kedua pejabat seluruh jajaran BKKBN harus melakukan tiga hal. Pertama, melaksanakan konsolidasi pengelolaan program. Konsolidasi ini, menurut Sugiri, meliputi konsolidasi sumber daya manusia, konsolidasi pengelolaan sarana dan konsolidasi pengelolaan anggaran. Kedua, melakukan percepatan pelaksanaan program untuk mencapai sasaran RPJM. Ketiga, perlu ada penajaman sasaran program melalui penyusun segmentasi sasaran di setiap tingkatan (http://prov.bkkbn.go.id).
      PUS dari Kabupaten Sleman sebesar 146.682 pasangan. 117.556 (80,14%) diantaranya secara aktif menggunakan kontrasepsi. Peserta KB aktif menurut metode kontrasepsi Kabupaten Sleman, Yogyakarta yakni yang sampai saat ini masih menjadi peserta KB (Januari s/d Desember 2008) berjumlah 117.556 akseptor (80,14%). Dengan rincian yang memakai Suntik 54.651 akseptor (46,48%), Pil 11.961 akseptor (10,17%), Implant 3.595 akseptor (3,05%), IUD 33.663 akseptor (28,63%), MOW 5.780 akseptor (4,9%), Kondom 7.237 akseptor (6,15%), MOP 669 akseptor (0,5%).
      Sedangkan PUS dari Kecamatan Depok sebesar 14.785 pasangan. 11.360 (76,83%) diantaranya secara aktif menggunakan kontrasepsi. Peserta KB aktif yang terdapat di Kecamatan Depok, Yogyakarta telah didapatkan jumlah akseptor KB (Januari s/d Desember 2008) berjumlah 11.360 akseptor (76,83%), dengan rincian KB suntik 3.055 akseptor (26,89%), Pil 1.152 akseptor (10,14%), Implant 257 akseptor (2,26%), IUD 4.739 akseptor (41,71%), Kondom 1.160 akseptor (10,21%), MOW 895 akseptor (7,87%), MOP 102 akseptor (0,89%). Ini berarti bahwa pemakaian kontrasepsi hormonal masih mendominasi peserta KB di Kabupaten Sleman dan Kecamatan Depok, Yogyakarta.
      Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan di BPS Mei Suwarsono Kledokan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta didapatkan jumlah akseptor KB pada bulan Januari sampai Desember tahun 2008 adalah 1594 peserta dengan rincian KB suntik 3 bulan DMPA 1250 (78,4%), suntik kombinasi 77 (4,83%), pil 162 (10,2%), IUD 84 (5,3%), kondom 18 (1,1%), implant 3 (0,18%) dari data tersebut dapat diketahui bahwa akseptor KB suntik 3 bulanan (DMPA) lebih tinggi dibandingkan dengan KB suntik kombinasi, perbedaannya 73,57%.
      Diantara kontrasepsi hormonal, KB suntik di Kecamatan Depok masih paling banyak diminati oleh akseptor KB. Sebenarnya kontrasepsi suntik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain kekurangannya yaitu peningkatan berat badan, haid tidak teratur, berjerawat, dan migraen.


      Untuk Selengkapnya Silahkan Download secara GRATIS, klick dibawah :
      DOWNLOAD dengan Freakshare
      • Download BAB I
      • Download BAB II
      • Download BAB III
      • Download BAB IV
      • Download BAB V
      • Download Daftar Pustaka




        Read more


        FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI BPS ATIK SUTARTO MURANGAN SLEMAN

        PENDAHULUAN
        Latar Belakang
           Perwujudan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan proses jangka panjang yang harus dimulai sejak janin dalam kandungan hingga usia lanjut, sehingga diperoleh manusia hebat, produktif, kreatif, mandiri dan tangguh menghadapi tantangan jaman. Terciptanya manusia yang berkualitas ditentukan oleh status gizi yang baik. Satus gizi yang baik dapat terwujud bila makanan yang dikonsumsi dapat memenuhi kecukupan gizi yang diperlukan baik dalam jumlah maupun mutu dari makanan itu sendiri.
           Menyusui adalah suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui lebih dari yang semestinya, oleh karena itu ibu-ibu memerlukan bantuan agar proses menyusui dapat berhasil. Banyak alasan yang dikemukakan ibu-ibu antara lain ibu merasa ASI nya tidak mencukupi atau ASI nya tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup untuk bayinya, disamping informasi tentang cara-cara menyusui yang baik dan benar belum menjangkau sebagian besar ibu-ibu (Depkes, 2001).
           Adanya anggapan bahwa menyusui adalah cara yang kuno serta alasan ibu bekerja, takut kehilangan kecantikan, tidak disayangi lagi oleh suami dan gencarnya promosi perusahaan susu formula di berbagai media massa juga merupakan alasan yang dapat mengubah kesepakatan ibu untuk menyusui bayinya sendiri, serta menghambat terlaksanya proses laktasi (Widjaja, 2002).
           Di Indonesia terutama kota-kota besar, terlihat adanya tendensi penurunan pemberian ASI yang dikhawatirkan akan meluas ke pedesaan. Penurunan atau penggunaan ASI di Negara berkembang atau di pedesaan terjadi karena adanya kecenderungan dari masyarakat untuk meniru yang sesuatu yang dianggap modern yang datang dari negara yang telah maju atau yang datang dari kota besar (Soetjiningsih, 1997). Dari data SDKI 1997 cakupan ASI eksklusif masih 52% sementara target pemberian ASI eklusif secara nasional sebesar 80%. Pemberian ASI satu jam pasca persalinan 8%, pemberian hari pertama 52,7%. Rendahnya pemberian ASI eksklusif menjadi pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition and Health Surveillance System (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di wilayah perkotaan Indonesia berkisar antara 4%-12%, sedangkan di pedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di Indonesia pada wilayah perkotaan berkisar antara 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13%.
           Cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di Sleman, berturut-turut dari tahun 2002–2006 adalah 30,54% ; 38,14% ; 31,46% ; 46,12% dan 40,29 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat adanya peningkatan ASI dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005, tetapi pada tahun 2006 mengalami penurunan yang cukup tajam (Anonim, 2007). Dengan adanya pencapaian ASI yang masih jauh di bawah target nasional, maka ini merupakan tanda bahwa kesadaran para ibu dalam memberikan ASI masih perlu ditingkatkan.
           Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Januari-Pebruari tahun 2008 di BPS Atik Sutarto Sleman, Yogyakarta, terdapat 76 bayi yang berumur 0–6. Hasil penelusuran data didapatkan jumlah ibu yang menyusui bayi secara eksklusif sebanyak 33 orang (43,42 %) sedangkan ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif sebanyak 44 orang (56,58%). Hasil ini menunjukkan bahwa proporsi ibu yang gagal memberikan ASI Eksklusif lebih banyak dibanding dengan ibu yang memberikan ASI Eksklusif.
          Menurut Judarwanto (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan ASI adalah (1) (32%) disebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif, ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena produksi ASI kurang. Sebenarnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup melainkan karena kurangnya pengetahuan ibu. (2) 28% disebabkan oleh ibu bekerja sehingga ibu-ibu menghentikan pemberian ASI Eksklusif karena harus kembali bekerja. (3) (16%) disebabkan oleh gencarnya promosi susu formula, dimana ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena pengaruh iklan susu formula. Sedangkan lainnya (24%) disebabkan oleh (4) faktor sosial budaya yang meliputi nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat yang menghambat keberhasilan ibu dalam pemberian ASI Eksklusif, (5) faktor dukungan dari petugas kesehatan dimana kegagalan pemberian ASI Eksklusif disebabkan kurangnya dukungan dari petugas kesehatan yang dianggap paling bertanggung jawab dalam keberhasilan keberhasilan penggalakan ASI dan (6) faktor dari keluarga dimana banyak ibu yang gagal memberikan ASI Eksklusif karena orang tua, nenek atau Ibu mertua mendesak ibu untuk memberikan susu tambahan formula.



        Untuk Selengkapnya Silahkan Download secara GRATIS, klick dibawah :
        DOWNLOAD dengan Freakshare
        • Download BAB I
        • Download BAB II
        • Download BAB III
        • Download BAB IV
        • Download BAB V
        • Download Daftar Pustaka



          DOWNLOAD dengan Ziddu

          Read more

          TATA CARA PEMESANAN SKRIPSI - TESIS LENGKAP

          1. DAFTARKAN FORMULIR VERIFIKASI PESANAN
          2. Selanjutnya Kirim SMS ke 0856 2926 356 . Format Isi pesan : "Judul _ spasi _Sumber: [Sendrooms] atau [paNRoom]"
          3. BIAYA DONASI PEMBAYARAN
          4. Setelah biaya pemesanan dibayar, anda harus melakukan konfirmasi melalui SMS ke 0856 2926 356 bahwa anda telah melakukan transfer ke Bank BNI No.Rek.0184 734 644 , atas Nama Herry dan Sertakan Alamat Email Anda (PEMESAN) sebagai tujuan pengiriman file skripsi yang akan kami tuju.
          5. File skripsi akan segera dikirimkan ke alamat email anda, setelah proses pembayaran dan konfirmasi SMS telah kami terima.
          6. DAFTAR FORMULIR /Sign up Now / REGISTER NOW untuk pendaftaran secara GRATISS .....
          Job at home

          Job at home

          Whether you are looking for a succeed work at home or whether you dream about getting income online; yes, in the end, you located it!

          Have economic independence

          No computer skills needed. You can be completely new to manage our system - you don't need ANY experience. This is actually easy.

          You may stay at room and work at your free time. Even if you don't have pc you may do this work in Online cafe or on Internet cell phone.

          How it works?

          We design a online-shop for you with ready to operate e-commerce solution. Your work is very simple; you have to submit material about your web-store to the Internet directories. We will provide you with very simple step-by-step instruction how to do this. The typical instruction requests you to open a web site and fill in a form with data regarding your internet-store and software.

          You will be paid from US $20.00 to US 180.00 for any purchase which is comes via your web-shop.

          There is no restriction for your revenue. No matter where you live your commissions are 100% guaranteed.

          Sign up Now...

          Register now to get economic freedom. All you need is the simple: register now and havepersonal internet company!

          powered by
          Socialbar